Abu Kruet Lintang:
Ulama Kharismatik Aceh yang Istiqamah dan Prinsipil.
Nama aslinya Teungku Muhammad Yusuf bin Teungku Ibrahim bin Teungku Mahmud. Beliau lahir dari keturunan ulama dan pimpinan dayah di wilayah Aceh Timur. Beliau masih keturunan ulama Timur Tengah yang bernama Teungku Syekh Salahuddin yang dikenal dengan sebutan Teungku Chik Keurukon berasal dari Yaman. Selain dari jalur ayahnya yang ulama, ibunya juga anak dari seorang ulama dan tokoh masyarakat yang disebut dengan Teungku Chik Mud Julok.
Mengawali masa belajarnya, Abu Kruet Lintang belajar langsung kepada ayahnya yang juga ulama, namun kebersamaan dengan ayahnya tidak lama karena dalam usianya sepuluh tahun wafatlah ayah dari Abu Kruet Lintang. Setelah wafat ayahnya, beliau kemudian dibimbing oleh pamannya Teungku Usman bin Teungku Mahmud yang juga seorang ulama dan pimpinan dayah.
Setelah beberapa tahun belajar kepada pamannya, Abu Kruet Lintang kemudian belajar pada Dayah Cot Plieng Bayu yang dipimpin oleh Teungku Cut Ahmad, namun tidak lama beliau di dayah ini, karena beberapa bulan setelahnya wafatlah pimpinan Dayah Cot Plieng.
Merasa ilmunya masih minim, Abu Kruet Lintang berangkat menuju ke Dayah Krueng Kalee yang dipimpin oleh Teungku Haji Hasan Krueng Kalee yang dikenal dengan Abu Krueng Kalee. Abu Krueng Kalee merupakan ulama lulusan Yan Kedah Malaysia murid dari Teungku Chik Muhammad Arsyad Diyan, dan juga belajar selama tujuh tahun di Mekkah. Kepada Abu Krueng Kalee, beliau memperdalam ilmu yang telah beliau pelajari sebelumnya dari almarhum ayah dan pamannya.
Selain Abu Kruet Lintang, Dayah Krueng Kalee juga telah mengorbit banyak ulama terpandang Aceh. Sebut saja beberapa di antara mereka ialah Abuya Muda Waly al-Khalidy, Abu Sulaiman Lhoksukon, Abu Adnan Mahmud Bakongan, Abu Abdullah Ujong Rimba, Abu Wahab Seulimum, Abu Ishaq Ulee Titi, Abu Marhaban Krueng Kalee dan banyak ulama lainnya yang merupakan tokoh-tokoh berpengaruh. Bahkan Abu Ali Lampisang pendiri Madrasah Khairiyah dan Abu Syech Mud Blangpidie disebutkan juga pernah lama belajar kepada Abu Hasan Krueng Kalee.
Dalam tiga tahun kebersamaan Abu Kruet Lintang dengan Abu Krueng Kalee telah mengantarkan beliau menjadi seorang ulama yang mendalam ilmunya. Karena sebelum tiba di Krueng Kalee beliau memang telah menguasai berbagai cabang ilmu. Pada tahun 1939 dalam usianya 22 tahun, Abu Kruet Lintang pulang kampung untuk mengajarkan ilmu yang telah dimilikinya. Setelah mengajar beberapa tahun di dayah yang dipimpin oleh Teungku Usman bin Teungku Mahmud yang merupakan paman dari Abu Kruet Lintang, pada tahun 1942 beliau kembali belajar kepada seorang ulama terpandang lainnya yang benama Teungku Muhammad Ali pimpinan Dayah Darul Muta’alimin masih di kawasan Aceh Timur.
Tidak lama beliau belajar kepada ulama tersebut, Abu Kruet Lintang telah diberikan "peneutoeh" oleh Teungku Muhammad Ali untuk melanjutkan kepemimpinan dayah pamannya setelah beliau wafat. Maka semenjak tahun 1943 mulailah Abu Kruet Lintang memimpin Dayah Darul Muta’alimin. Beliau dengan segenap kesungguhan memimpin dayah tersebut sehingga menjadi salah satu dayah yang diminati oleh para penuntut ilmu.
Sebagai ulama yang luas cakrawala berpikir, Abu Kruet Lintang merupakan ulama yang santun dan sederhana dalam kehidupannya. Beliau memiliki pandangan-pandangan hukum yang kuat dan kokoh, walaupun demikian beliau tidak memaksakan pandangannya kepada yang lain. Disebutkan beliau pernah diundang pada sebuah tempat yang berbeda dengan pemahaman beliau untuk memberikan ceramah atau semacam tausiyah. Setelah memberikan tausiah sebagai wujud silaturahmi, kemudian beliau mohon diri untuk melaksanakan kebiasaan shalat tarawihnya di tempat lain sebagaimana kebiasaan yang beliau laksanakan.
Pada tahun tahun 1963, salah satu gurunya yaitu Abu Hasan Krueng Kalee mengirim surat kepada beliau untuk memajukan PERTI di kawasan Aceh Timur, maka beliau menginisiasi berdirinya organisasi PERTI di wilayah Aceh Timur, setelah musyawarah, beliau dipilih secara aklamasi oleh forum sebagai Ketua Umum PERTI di Aceh Timur.
Sebagai ulama Ahlussunnah Waljama’ah, tentunya kiprah Abu Kruet Lintang sangat di perhitungkan di wilayah Timur Aceh. Dimana beliau dianggap sebagai figur yang menjadi guru bagi masyarakatnya, mengayomi mereka dengan fatwa keagamaan yang bijak dan bertanggungjawab. Setelah kiprah yang besar, maka wafatlah ulama tersebut pada tahun 1985 dalam usia 68 tahun.
Ditulis Oleh :
Tiada ulasan:
Catat Ulasan