Abu Imam Syamsuddin Sangkalan:
Ulama Kharismatik dan Pendiri Babussalam Sangkalan.
Beliau berasal dari Desa Blang Poroh Labuhan Haji Aceh Selatan. Semenjak kecil sudah ditanamkan dalam dirinya semangat mencintai ilmu pengetahuan. Setelah menjalani pendidikan dasarnya di kampung halamannya Blang Poroh, Teungku Imam Syamsuddin tertarik memfokuskan kajian keilmuannya dalam bidang agama.
Teungku Imam Syamsuddin mulai belajar di Dayah Bustanul Huda yang didirikan oleh ulama lulusan Yan Kedah Abu Syekh T. Mahmud bin T. Ahmad Lhoknga yang dikenal dengan Abu Syech Mud Blangpidie.
Pesantren Bustanul Huda didirikan pada tahun 1928 sepulangnya Abu Syech Mud belajar dari Yan Kedah Malaysia atas permintaan Teuku Sabi Ulee Balang Kuta Batee (Blangpidie) pada masa itu.
Bustanul Huda juga merupakan Dayah yang telah mengorbit banyak para lulusan yang menjadi ulama kharismatik Aceh. Sebut saja di antara mereka adalah: Abuya Syekh Muda Waly al-Khalidy, Abu Calang Lamno, Abuya Haji Abdul Hamid Kamal, Syekh Muhammad Bilal Yatim, Abuya Jailani Kota Fajar, Syekh Adnan Mahmud Bakongan, Abu Ibrahim Woyla, Abu Abdul Ghafar Lhoknga, dan banyak ulama lainnya.
Abu Imam Syamsuddin belajar di Bustanul Huda dalam beberapa tahun, sehingga mengantarkan beliau menjadi seorang yang alim dan memahami secara baik seluk-beluk agama. Setelah menjadi seorang Teungku, beliau pulang ke kampungnya Blang Poroh Labuhan Haji Aceh Selatan. Beliau juga mulai membuka usaha kecil-kecilan berniaga dan lain-lain.
Walaupun telah sampai di kampung halaman, semangatnya dalam menimba ilmu belum berkurang sedikitpun. Sehingga pada tahun 1940 pulang dari Padang seorang ulama muda yang sangat masyhur namanya yaitu Abuya Muda Waly al-Khalidy yang telah mengembara mencari ilmu di berbagai tempat, dan mendirikan sebuah dayah yang bernama Dayah Darussalam di Labuhan Haji.
Kepulangan Abuya Muda Waly dari Padang Sumatera Barat tidak disia-siakan oleh Teungku Imam Syamsuddin. Abu Imam Syamsuddin belajar dan mendalami kembali kajian keilmuannya yang pernah di pelajari dari Abu Syech Mud Blangpidie. Dengan segenap kesungguhan Abu Imam Syamsuddin belajar di Darussalam yang kemudian mengantarkan beliau sebagai seorang ulama yang rasikh ilmunya.
Kemungkinan besar Abu Imam Syamsuddin merupakan murid Abuya Syekh Muda Waly periode awal, dimana pada periode ini terdiri dari para ulama yang umumnya telah alim-alim seperti Abu Yusuf ‘Alamy menantu Abuya Syekh Muda Waly, Abuya Haji Aidarus Kampari anak dari Syekh Abdul Ghani Kampari guru Tarekat Abuya Syekh, Abuya Jailani Kota Fajar, Syekh Marhaban Krueng Kalee anak Abu Syekh Hasan Krueng Kalee, Abu Adnan Mahmud Bakongan, Abu Keumala dan para ulama lainnya.
Di antara sekian banyak murid Abuya yang cerdas-cerdas dan alim-alim, maka Abu Imam Syamsuddin salah satu yang muncul dari mereka selain Abu Yusuf Alamy yang juga dikenal alim. Kepakaran Abu Imam Syamsuddin dalam bidang ilmu logika melebihi santri-santri lainya. Sehingga banyak pertanyaan dari Abuya Syekh Muda Waly sering Abu Imam Syamsuddin yang menjawabnya.
Bahkan disebutkan Abu Imam Syamsuddin ini pernah menguji para murid yang diajarkannya dalam beberapa pertanyaan yang membutuhkan jawaban berhari-hari dan di antara muridnya yang mewarisi ilmu logika tersebut adalah Abu Syam Marfaly Blangpidie, pelanjut kepemimpinan Dayah Bustanul Huda setelah Abuya Hamid Kamal Blangpidie.
Setelah melihat perkembangan keilmuan yang mendalam pada diri Abu Imam Syamsuddin, pada tahun 1956 datanglah ke Dayah Darussalam Labuhan Haji beberapa tokoh masyarakat Sangkalan Abdya ke Abuya, untuk meminta seorang ulama yang akan mengayomi dan menjadi guru bagi masyarakat Sangkalan. Maka diutus Abu Imam Syamsuddin oleh Abuya Syekh Muda Waly.
Sesampai di Sangkalan Abdya, Abu Imam Syamsuddin membina masyarakat dan membangun sebuah lembaga pesantren yang beliau namakan pada awalnya dengan Dayah Darul Aman. Mendengar telah berdiri pesantren baru di sangkalan, maka datanglah para santri dari berbagai wilayah Aceh Selatan, Blangpidie dan wilaayah sekitarnya.
Pada periode ini, Abu Imam Syamsuddin berhasil mendidik murid-muridnya untuk mengajarkan ilmu agama ke masyarakat ketika mereka kembali kelak.
Berkat kesungguhan dan kesabaran dalam mendidik masyarakat, Dayah yang dibangun oleh beliau telah mulai mengepakkan sayap menuju kemajuan. Santrinya sudah mulai banyak, antusiasme masyarakat yang semakin tinggi, terlebih lagi pimpinan Dayahnya merupakan ulama yang dikenal luas ilmunya.
Setelah beberapa tahun memimpin Dayah Darul Aman Sangkalan, pada tahun 1961 wafatlah guru Abu Imam Syamsuddin yaitu Abuya Syekh Muda Waly al-Khalidy. Waktu itu Abu Imam Syamsuddin sedang berada di kampung halamannya Blang Poroh Labuhan Haji. Sehingga datanglah perwakilan dari Dayah Darussalam yaitu Abu Jailani Kota Fajar sebagai alumni yang dituakan meminta kepada Abu Imam Syamsuddin untuk memimpin Dayah Darussalam setelah wafatnya Abuya Syekh Muda Waly.
Karena anak pertama Abuya Syekh Muda Waly sedang di Jakarta untuk mempersiapkan diri belajar ke Universitas Al Azhar Kairo Mesir. Maka setelah musyawarah mufakat dari seluruh perwakilan masyarakat dan keluarga Abuya Muda Waky, maka ditunjuklah Abu Imam Syamsuddin sebagai Pimpinan Dayah Darussalam Labuhan Haji.
Pada masa kepemimpinan Abu Imam Syamsuddin, umumnya murid-murid Abuya sudah banyak yang pulang kampung dan menjadi pimpinan pesantren di wilayah masing-masing. Pada masa itu juga anak-anak Abuya Syekh Muda Waly belajar langsung kepada Abu Imam Syamsuddin. Sebut saja misalnya: Abuya Jamaluddin Waly yang kemudian memimpin Darussalam setelah Abu Imam Syamsuddin di tahun 1968. Murid lainnya ialah Abu Muhammad Syam Marfaly, seorang ulama teguh dan tegas dari Blangpidie, pimpinan Bustanul Huda Blangpidie. Dan adik dari Abuya Jamaluddin Waly yaitu Abuya Amran Waly juga murid dari Abu Imam Syamsuddin Sangkalan. Bahkan disebutkan Abuya Muhibbuddin Waly juga pernah belajar kepada Abu Imam Syamsuddin Sangkalan.
Setelah selesai masa pengabdian beliau di Darussalam Labuhan Haji, estafet selanjutnya Darussalam dipimpin oleh Abuya Jamaluddin Waly. Maka pulanglah Abu Imam Syamsuddin ke Sangkalan untuk kali kedua, dan membenahi kembali dayahnya yang sudah empat tahun beliau tinggalkan, dan beliau merubah nama dayah dari Darul Aman ke Babussalam Sangkalan. Nama yang terakhir ini yang terus dipakai sampai sekarang.
Selesai memimpin Dayah Darussalam, beliau melaksanakan ibadah haji dan memiliki banyak pengalaman menarik ketika disana, dan beliau tidak sempat memperdalam ilmunya di Mekkah. Pada fase kedua masa kepemimpinan beliau di Dayah Babussalam Sangkalan, para santri umunya telah mulai terbagi-bagi, karena telah banyak muncul dayah yang lain, selain Bustanul Huda Blangpidie yang ketika itu dipimpin oleh Abuya Hamid Kamal setelah wafatnya Abu Syech Mud, juga ada Dayah lain yaitu Dayah Darul Ulum Diniyah Suak yang dibangun oleh Syekh Haji Bilal Yatim murid dari Syekh Muhammad Yasin Padang. Setelah perjalanan yang panjang dan kontribusi yang besar bagi masyarakat Sangkalan dan sekitarnya, wafatlah Abu Imam Syamsuddin pada tahun 1971.
Ditulis Oleh :
Tiada ulasan:
Catat Ulasan