Ahad, 22 Ogos 2021

Masa Kejayaan Kerajaan Aceh.

Masa Kejayaan Kesultanan Islam Aceh Darussalam dibawah Pimpinan Sultan Iskandar Muda. 
----------------------------
Nonton Video, Klik Di Sini
-----------------------------
[Tambahan] Aceh pada awal abad ke-17 Masehi dilanda konflik. Selain ancaman dari Portugis, situasi kerajaan juga sedang guncang. Pemimpin Aceh Darussalam kala itu, Sultan Alauddin Riayat Syah, dikudeta anaknya sendiri pada 1604 yang kemudian menduduki takhta dengan gelar Sultan Ali Riayat Syah.

Penguasa baru ini bertabiat buruk dan membuat Aceh semakin terpuruk. Djokosurjo dalam buku Agama dan Perubahan Sosial (2001) menyebut bahwa kepemimpinan Sultan Ali Riayat Syah merupakan periode yang penuh dengan kekacauan internal. 

Dalam situasi ini, muncullah sosok anak muda bernama Perkasa Alam. Pemuda yang masih berstatus pangeran ini menunjukkan rasa tidak puas terhadap Sultan Ali Riayat Syah. Perkasa Alam pun melancarkan perlawanan. Namun, Perkasa Alam ditangkap dan dipenjara. Dari dalam jeruji besi, ia memberikan penawaran kepada Sultan Ali Riayat Syah yang saat itu memang sedang risau karena tekanan Portugis.

Perkasa Alam menawarkan, jika dibebaskan dan diberi perlengkapan senjata serta sedikit pasukan, ia berjanji dapat mengusir Portugis dari tanah rencong. Sultan Ali Riayat Syah yang sudah kewalahan menghadapi Portugis menerima tawaran itu.

Slamet Muljana dalam Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa (2005) memaparkan, Perkasa Alam mengerahkan anak-anak muda Aceh untuk melawan Portugis. Hasilnya, orang-orang semenanjung Iberia itu dapat diusir dari bumi Serambi Makkah pada 1606 (hlm. 280). Kemenangan atas Portugis ini juga membuat nyali Belanda dan Inggris ciut.

Tak lama setelah itu, Sultan Ali Riayat Syah mangkat. Perkasa Alam muncul sebagai kandidat terkuat sebagai penggantinya. Selain dikenal cakap dan pemberani serta didukung tokoh-tokoh adat berpengaruh, ia juga masih keturunan dari Sultan Alauddin al-Qahhar, penguasa Kesultanan Aceh era 1537-1571. Maka, pada 1607 itu, Perkasa Alam dinobatkan sebagai pemimpin Kesultanan Aceh Darussalam yang baru. Setelah bertakhta, Perkasa Alam dikenal dengan nama Sultan Iskandar Muda.

Militer Aceh Darussalam kala itu sangat kuat. Angkatan lautnya dilengkapi kapal-kapal tempur beserta meriam. Angkatan daratnya juga luar biasa; terdiri dari puluhan ribu prajurit, pasukan berkuda, hingga pasukan gajah.

Anthony Reid dalam Menuju Sejarah Sumatera: Antara Indonesia dan Dunia (2011) mengungkapkan, gajah perang yang dimiliki Sultan Iskandar Muda tidak kurang dari 900 ekor. Gajah dianggap bagian yang amat penting dalam pasukan Aceh, juga merupakan lambang kedudukan tinggi (hlm. 112).

Aceh yang semakin perkasa di bawah kendali Sultan Iskandar Muda membuat bangsa-bangsa asing berpikir ulang jika ingin menyerang. Portugis telah kalah meskipun sempat terlibat beberapa pertempuran lagi. Sedangkan Belanda terpaksa mengalihkan sasarannya ke wilayah lain di Nusantara selain Aceh, yakni Jawa dan Maluku.

Inggris juga merasakan kecemasan yang sama. Meskipun Kerajaan Inggris sempat berhubungan baik dengan Kesultanan Aceh di masa lalu, jika ingin lebih dari sekadar berdagang tentunya sangat sulit selama Sultan Iskandar Muda masih berkuasa. Kongsi dagang Inggris terpaksa bertahan di luar Aceh.

Hubungan Kesultanan Aceh & Kekhalifahan Turki Utsmani. 

Diikat oleh kesatuan Akidah yang kuat, Kesultanan Aceh Darussalam mengikatkan diri dengan kekhalifahan Turki Utsmani. Sebuah arsip utsmani berisi petisi sultan Alauddin Riayat Syah kepada Sultan Sulaiman Al Qanuni, yang dibawa oleh utusan Utsmani yakni Huseyn Effendi, membuktikan jika Aceh mengakui penguasa Utsmani di Turki sebagai kekhalifahan Islam. Dokumen tersebut juga berisi soal armada salib portugis yang sering mengganggu dan merampok kapal dagang muslim yang tengah berlayar di jalur pelayaran Turki-Aceh. Portugis juga sering menghadang jamaah haji dari aceh dan sekitarnya yang hendak menunaikan ibadah haji ke mekkah. Oleh sebab itu, Aceh meminta bantu Turki Utsmani untuk mengirim armada perangnya guna mengamankan jalur pelayaran tersebut dari gangguan portugis. 

Sepeninggal Sulaiman Al Qanuni yang kemudia digantikan oleh sultan Selim II yang segera memerintahkan Armada perangnya untuk melakukan ekspedisi militer ke Aceh.
-----------------------
Sumber : Osmanli Media

Tiada ulasan:

Catat Ulasan